Senin, 04 Juni 2012

Evaluasi Pendidikan Budi Pekerti



PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Merebaknya isu-isu moral kian hari kian menjadi pembicaraan yang tidak ada henti-hentinya. Padahal didalam sebuah pembelajaran tidak pernah terlepas dari  pendidikan moral. Walaupun terkadang tidak disampaikan secara resmi akan tetapi  justru morallah yang senantiasa ditanamkan dari kecil hingga dewasa. Karena  tidak pernah terlintas dari dalam diri seseorang menjadikan keturunannya menjadi tidak bermoral. Akan tetapi mengapa masih banyak terjadi isu-isu moral seperti penganiyaan, tawuran pelajar, perilaku menyimpang dan lain-lain. Sebenarnya siapakah yang salah dalam hal ini? Mengapa terjadi hal demikian?.
Banyak orang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap situasi ini. Nah mungkin dari sinilah perlunya sebuah evaluasi pendidikan budi pekerti.
Dan untuk lebih mengetahui secara mendalam lagi, di dalam makalah ini akan dipaparkan lebih jelas lagi mengenai evaluasi pendidikan budi pekerti.

B.   Rumusan Masalah
Adapun yang rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Apa pengertian evaluasi ?
  2. Apa tujuan dari evaluasi pendidikan budi pekerti?
  3. Apa saja aspek-aspek penilaian pendidikan budi pekerti?
  4. Apa saja model penilaian pendidikan budi pekerti?
  5. Bagaimana penilai dalam penilaian pendidikan budi pekerti?
  6. Apa saja problem dalam evaluasi pendidikan budi pekerti?



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Evaluasi
Sebagai seorang pengajar kita pasti ingin mengetahui apa hasil usaha kita bagi murid. Apakah murid itu berubah kelakuannya kearah manusia yang kita cita-citakan. Apakah pengajaran yang kita berikan menemui sasarannya? Apakah bahan yang kita ajarkan telah dikuasainya sampai taraf yang kita tentukan? Apakah sikapnya lebih positif terhadap nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat yang baik? Adakah manfaat usaha kita bagi murid? Ataukah sebaliknya justru merusak pribadinya? Untuk itu kita perlu mengadakan evaluasi. Sebelum kita berbicara lebih jauh mengenai evaluasi kita tinjau dulu apa sebenarnya evaluasi itu.
Evaluasi (penilaian) adalah suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, menyusun alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik
Permendiknas No 20 tahun 2007, penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menemukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Menurut Schwartz dkk, penilaian adalah suatu upaya untuk memeriksa sejauh mana siswa telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan belajar dan pembelajaran.

B.   Tujuan Evaluasi Pendidikan Budi Pekerti
Tujuan dari evaluasi pendidikan budi pekerti ialah untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai budi pekerti telah dipahami, dihayati, dan diterapkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat terlihat di lingkungan sekolah.


C.   Aspek Penilaian Pendidikan Budi Pekerti
Sekurang-kurangnya ada tiga gejala yang termasuk aspek penilaian budi pekerti, yakni kelakuan, kerajinan, kerapian. Ketiga gejala tersebut dicantumkan dalam rapot siswa setiap akhir catur wulan sebagai laporan kepada orang tua siswa. Tanpa harus membuat perangkat yang baru, perangkat yang sudah ada seperti penilaian kelakuan, kerajinan, dan kerapian dioptimalkan sebagai proses yang integral pendidikan dan penilaian budi pekerti.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah prinsip kontinuitas, yaitu guru harus secara terus menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan dan perubahan siswa serta melakukan penilaian secara berkelanjutan.

D.   Model Penilaian Pendidikan Budi Pekerti
1.    Penilaian Kuantitatif
Penilaian kuantitatif adalah penyajian hasil penilaian dengan menggunakan angka dan biasanya berpegang pada rentangan angka satu  (1)  sampai sepuluh  (10). Hasil pendidikan budi pekerti dari model ini langsung menyentuh kecerdasan moralitas siswa, sehingga pada akhirnya penilaian kuantitatif tidak akan membangun kesadaran moral siswa berkembang dari dalam. Bahkan bisa jadi akan lebih menyuburkan suasana ketidak jujuran dan subjektivitas guru sebagai penilai, serta pendangkalan budi pekerti siswa.

2.    Penilaian Kualitatif
Penilaian kualitatif adalah penyajian hasil penilaian dengan menggunakan bentuk pernyataan verbal, seperti baik sekali, baik, sedang, kurang, atau kurang sekali. Penilaian secara kualitatif ini umumnya bersifat deskriptif tentang aspek prilaku siswa. Rumusan penilaian akan mengungkapkan hal-hal yang positif dari sebuah aspek prilaku, kemudian menunjukkan kekurangan  dan upaya perbaikan yang mesti dilakukan. Memuat juga tentang perilaku yg sudah dicapai, yang harus dipertahankan, yang kurang dan harus di perjuangkan.
Model ini menunjukkan sisi positif dan negative secara berimbang sehingga memungkinkan siswa mempunyai gambaran diri yang utuh. Jika model ini menjadi sebuah catatan pribadi siswa, pilihan kata yang membangun, mengembangkan, & tidak “mematikan” baik untuk dicermati.
Contoh: Tentang nilai Demokrasi .“Siswa mau mendengarkan pendapat teman dalam diskusi, tidak tergesa-gesa memberikan komentar mengenai pendapat teman, namun masih harus belajar merumuskan tanggapan yang tidak menyinggung perasaan orang lain”.
Namun, ada kekhawatiran tentang model ini yaitu kesadaran moral dalam diri siswa sukar terbentuk. Tetapi sangat mungkin terjadi justru tingkat kemajuannya terkendali dan terbentuk dengan cara diberi balikan langsung. Oleh karena itu teguran, sanksi, pengkondisian lingkungan sangat diperlukan agar  pengembangan perilaku siswa menunjukkan penghayatan budi pekerti yg telah diajarkan.

E.   Penilai Dalam Evaluasi Pendidikan Budi Pekerti
Agar penilaian budi pekerti yang berupa sikap/perilakuyang sifatnya konkrit tidak subyektif, sebaiknya penilai terdiri dari unsur guru dan kepala sekolah. Guru dapat dipilih menurut fungsinya seperti guru mata pelajaran, wali kelas, bimbingan konseling baik untuk tingkat taman kanak-kanak, Sekolah Dasar. Sekolah Menengah Tingkat Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas. Namun guru wali kelas memiliki peran pokok dalam menilai budi pekerti, sedang guru lain memberi masukkan.
Guru yang terlibat dalam penilaian pendidikan budi pekerti disyaratkan dapat menjadi teladan dari perilaku budi pekerti dan mampu mengadakan program pembinaan dan pengayaan budi pekerti.
Untuk memperoleh hasil penilaian pendidikan budi pekerti peserta didik dalam lingkungan sekolah, guru perlu menyiapkan instrumen penilaian yang berupa lembar observasi, lembar skala sikap, lembar portofolio, lembar check list dan lembar pedoman wawancara.

F.    Problem Evaluasi Pendidikan Budi Pekerti
Dalam mengadakan evaluasi pendidikan budi pekerti juga memiliki masalah/kendala-kendala, diantaranya sebagai berikut:
1.    Tidak mudah menyiapkan guru pendidikan budi pekerti yang ideal.
-          Dapat diterima dan dipercaya serta menjadi teladan dari budi pekerti yang diajarkan
-          Memiliki wawasan dan kemampuan professional pendidikan budi pekerti yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran yang diampunya.
-          Mampu mengukur dan menilai budi pekerti dengan alat ukur yang bermutu dan tepat secara bertanggung jawab, obyektif, optimal sehingga mewakili kemajuan berperilaku budi pekerti siswa 
2.    Tidak mudah menciptakan kerja sama dalam kebersamaan antar guru kelas/bidang studi, kepala sekolah, administrator pendidikan, pengembang kurikulum, dan orang tua serta masyarakat.
3.    Belum tersedianya rambu-rambu pelaksanaan dan penilaian pendidikan budi pekerti secara nasional.




BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Evaluasi pendidikan budi pekerti itu dilakukan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai budi pekerti telah dipahami, dihayati, dan diterapkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat terlihat di lingkungan sekolah.
Agar penilaian budi pekerti yang berupa sikap/perilaku yang sifatnya konkrit tidak subyektif, sebaiknya penilai terdiri dari unsur guru dan kepala sekolah. Guru dapat dipilih menurut fungsinya seperti guru mata pelajaran, wali kelas, bimbingan konseling baik untuk tingkat taman kanak-kanak, Sekolah Dasar. Sekolah Menengah Tingkat Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas. Namun guru wali kelas memiliki peran pokok dalam menilai budi pekerti, sedang guru lain memberi masukkan.
Dan hal yang terpenting dan perlu diperhatikan dalam penilaian adalah prinsip kontinuitas, yaitu guru harus secara terus menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan dan perubahan siswa serta melakukan penilaian secara berkelanjutan.

1 komentar: