PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Merebaknya isu-isu moral kian hari kian
menjadi pembicaraan yang tidak ada henti-hentinya. Padahal didalam sebuah
pembelajaran tidak pernah terlepas dari
pendidikan moral. Walaupun terkadang tidak disampaikan secara resmi akan
tetapi justru morallah yang senantiasa
ditanamkan dari kecil hingga dewasa. Karena
tidak pernah terlintas dari dalam diri seseorang menjadikan keturunannya
menjadi tidak bermoral. Akan tetapi mengapa masih banyak terjadi isu-isu moral
seperti penganiyaan, tawuran pelajar, perilaku menyimpang dan lain-lain.
Sebenarnya siapakah yang salah dalam hal ini? Mengapa terjadi hal demikian?.
Banyak orang berpandangan bahwa kondisi
demikian diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan.
Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap
situasi ini. Nah mungkin dari sinilah perlunya sebuah evaluasi pendidikan budi
pekerti.
Dan untuk lebih mengetahui secara
mendalam lagi, di dalam makalah ini akan dipaparkan lebih jelas lagi mengenai
evaluasi pendidikan budi pekerti.
B. Rumusan
Masalah
Adapun yang
rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
- Apa pengertian evaluasi ?
- Apa tujuan dari evaluasi pendidikan budi pekerti?
- Apa saja aspek-aspek penilaian pendidikan budi pekerti?
- Apa saja model penilaian pendidikan budi pekerti?
- Bagaimana penilai dalam penilaian pendidikan budi pekerti?
- Apa saja problem dalam evaluasi pendidikan budi pekerti?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Evaluasi
Sebagai
seorang pengajar kita pasti ingin mengetahui apa hasil usaha kita bagi murid.
Apakah murid itu berubah kelakuannya kearah manusia yang kita cita-citakan.
Apakah pengajaran yang kita berikan menemui sasarannya? Apakah bahan yang kita
ajarkan telah dikuasainya sampai taraf yang kita tentukan? Apakah sikapnya
lebih positif terhadap nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat yang baik? Adakah
manfaat usaha kita bagi murid? Ataukah sebaliknya justru merusak pribadinya?
Untuk itu kita perlu mengadakan evaluasi. Sebelum kita berbicara lebih jauh
mengenai evaluasi kita tinjau dulu apa sebenarnya evaluasi itu.
Evaluasi
(penilaian) adalah suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah
perencanaan, menyusun alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah
bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik
Permendiknas
No 20 tahun 2007, penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk menemukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Menurut
Schwartz dkk, penilaian adalah suatu upaya untuk memeriksa sejauh mana siswa
telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan belajar dan pembelajaran.
B.
Tujuan Evaluasi Pendidikan Budi Pekerti
Tujuan
dari evaluasi pendidikan budi pekerti ialah untuk mengukur seberapa jauh
nilai-nilai budi pekerti telah dipahami, dihayati, dan diterapkan oleh siswa
dalam kehidupan sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat terlihat di lingkungan
sekolah.
C.
Aspek Penilaian Pendidikan Budi Pekerti
Sekurang-kurangnya
ada tiga gejala yang termasuk aspek penilaian budi pekerti, yakni kelakuan,
kerajinan, kerapian. Ketiga gejala tersebut dicantumkan dalam rapot siswa setiap
akhir catur wulan sebagai laporan kepada orang tua siswa. Tanpa harus membuat
perangkat yang baru, perangkat yang sudah ada seperti penilaian kelakuan,
kerajinan, dan kerapian dioptimalkan sebagai proses yang integral pendidikan
dan penilaian budi pekerti.
Hal yang
perlu diperhatikan dalam penilaian adalah prinsip kontinuitas, yaitu guru harus
secara terus menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan dan perubahan siswa
serta melakukan penilaian secara berkelanjutan.
D.
Model Penilaian Pendidikan Budi Pekerti
1. Penilaian
Kuantitatif
Penilaian kuantitatif adalah penyajian hasil penilaian
dengan menggunakan angka dan biasanya berpegang pada rentangan angka satu (1)
sampai sepuluh (10). Hasil
pendidikan budi pekerti dari model ini langsung menyentuh kecerdasan moralitas
siswa, sehingga pada akhirnya penilaian kuantitatif tidak akan membangun
kesadaran moral siswa berkembang dari dalam. Bahkan bisa jadi akan lebih
menyuburkan suasana ketidak jujuran dan subjektivitas guru sebagai penilai,
serta pendangkalan budi pekerti siswa.
2. Penilaian
Kualitatif
Penilaian kualitatif adalah penyajian hasil
penilaian dengan menggunakan bentuk pernyataan verbal, seperti baik sekali,
baik, sedang, kurang, atau kurang sekali. Penilaian secara kualitatif ini
umumnya bersifat deskriptif tentang aspek prilaku siswa. Rumusan penilaian akan
mengungkapkan hal-hal yang positif dari sebuah aspek prilaku, kemudian
menunjukkan kekurangan dan upaya
perbaikan yang mesti dilakukan. Memuat juga tentang perilaku yg sudah dicapai,
yang harus dipertahankan, yang kurang dan harus di perjuangkan.
Model ini menunjukkan sisi positif dan
negative secara berimbang sehingga memungkinkan siswa mempunyai gambaran diri
yang utuh. Jika model ini menjadi sebuah catatan pribadi siswa, pilihan kata
yang membangun, mengembangkan, & tidak “mematikan” baik untuk dicermati.
Contoh:
Tentang nilai Demokrasi .“Siswa mau mendengarkan pendapat teman dalam
diskusi, tidak tergesa-gesa memberikan komentar mengenai pendapat teman, namun
masih harus belajar merumuskan tanggapan yang tidak menyinggung perasaan orang
lain”.
Namun, ada kekhawatiran tentang model ini yaitu kesadaran
moral dalam diri siswa sukar terbentuk. Tetapi sangat mungkin terjadi justru
tingkat kemajuannya terkendali dan terbentuk dengan cara diberi balikan
langsung. Oleh karena itu teguran, sanksi, pengkondisian lingkungan sangat
diperlukan agar pengembangan perilaku
siswa menunjukkan penghayatan budi pekerti yg telah diajarkan.
E.
Penilai Dalam Evaluasi Pendidikan Budi
Pekerti
Agar
penilaian budi pekerti yang berupa sikap/perilakuyang sifatnya konkrit
tidak subyektif, sebaiknya penilai terdiri dari
unsur guru dan kepala sekolah. Guru dapat
dipilih menurut fungsinya seperti guru mata
pelajaran, wali kelas, bimbingan konseling
baik untuk tingkat taman kanak-kanak,
Sekolah Dasar. Sekolah Menengah Tingkat
Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas. Namun guru wali kelas
memiliki peran pokok dalam menilai budi pekerti, sedang guru lain memberi
masukkan.
Guru
yang terlibat dalam penilaian pendidikan budi pekerti disyaratkan dapat menjadi teladan dari
perilaku budi pekerti dan mampu mengadakan program pembinaan dan pengayaan budi
pekerti.
Untuk memperoleh hasil penilaian pendidikan budi pekerti peserta didik dalam lingkungan
sekolah, guru perlu menyiapkan instrumen penilaian yang berupa lembar observasi,
lembar skala sikap, lembar portofolio,
lembar check list dan lembar pedoman wawancara.
F.
Problem Evaluasi Pendidikan Budi Pekerti
Dalam
mengadakan evaluasi pendidikan budi pekerti juga memiliki masalah/kendala-kendala,
diantaranya sebagai berikut:
1. Tidak
mudah menyiapkan guru pendidikan budi pekerti yang ideal.
-
Dapat diterima dan dipercaya serta menjadi
teladan dari budi pekerti yang diajarkan
-
Memiliki wawasan dan kemampuan professional
pendidikan budi pekerti yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran yang
diampunya.
-
Mampu
mengukur dan menilai budi pekerti dengan alat ukur yang bermutu dan tepat
secara bertanggung jawab, obyektif, optimal sehingga mewakili kemajuan
berperilaku budi pekerti siswa
2. Tidak
mudah menciptakan kerja sama dalam kebersamaan antar guru kelas/bidang studi,
kepala sekolah, administrator pendidikan, pengembang kurikulum, dan orang tua
serta masyarakat.
3. Belum
tersedianya rambu-rambu pelaksanaan dan penilaian pendidikan budi pekerti
secara nasional.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi
pendidikan budi pekerti itu dilakukan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai
budi pekerti telah dipahami, dihayati, dan diterapkan oleh siswa dalam
kehidupan sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat terlihat di lingkungan sekolah.
Agar penilaian budi pekerti yang berupa sikap/perilaku yang sifatnya konkrit tidak subyektif, sebaiknya penilai terdiri dari
unsur guru dan kepala sekolah. Guru dapat
dipilih menurut fungsinya seperti guru mata
pelajaran, wali kelas, bimbingan konseling
baik untuk tingkat taman kanak-kanak,
Sekolah Dasar. Sekolah Menengah Tingkat
Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas. Namun
guru wali kelas memiliki peran pokok dalam
menilai budi pekerti, sedang guru lain
memberi masukkan.
Dan hal yang
terpenting dan perlu diperhatikan dalam penilaian adalah prinsip kontinuitas,
yaitu guru harus secara terus menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan dan
perubahan siswa serta melakukan penilaian secara berkelanjutan.
sumbernya itu dari mana yah
BalasHapus