Senin, 04 Juni 2012

Evaluasi Pendidikan Budi Pekerti



PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Merebaknya isu-isu moral kian hari kian menjadi pembicaraan yang tidak ada henti-hentinya. Padahal didalam sebuah pembelajaran tidak pernah terlepas dari  pendidikan moral. Walaupun terkadang tidak disampaikan secara resmi akan tetapi  justru morallah yang senantiasa ditanamkan dari kecil hingga dewasa. Karena  tidak pernah terlintas dari dalam diri seseorang menjadikan keturunannya menjadi tidak bermoral. Akan tetapi mengapa masih banyak terjadi isu-isu moral seperti penganiyaan, tawuran pelajar, perilaku menyimpang dan lain-lain. Sebenarnya siapakah yang salah dalam hal ini? Mengapa terjadi hal demikian?.
Banyak orang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap situasi ini. Nah mungkin dari sinilah perlunya sebuah evaluasi pendidikan budi pekerti.
Dan untuk lebih mengetahui secara mendalam lagi, di dalam makalah ini akan dipaparkan lebih jelas lagi mengenai evaluasi pendidikan budi pekerti.

B.   Rumusan Masalah
Adapun yang rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Apa pengertian evaluasi ?
  2. Apa tujuan dari evaluasi pendidikan budi pekerti?
  3. Apa saja aspek-aspek penilaian pendidikan budi pekerti?
  4. Apa saja model penilaian pendidikan budi pekerti?
  5. Bagaimana penilai dalam penilaian pendidikan budi pekerti?
  6. Apa saja problem dalam evaluasi pendidikan budi pekerti?



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Evaluasi
Sebagai seorang pengajar kita pasti ingin mengetahui apa hasil usaha kita bagi murid. Apakah murid itu berubah kelakuannya kearah manusia yang kita cita-citakan. Apakah pengajaran yang kita berikan menemui sasarannya? Apakah bahan yang kita ajarkan telah dikuasainya sampai taraf yang kita tentukan? Apakah sikapnya lebih positif terhadap nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat yang baik? Adakah manfaat usaha kita bagi murid? Ataukah sebaliknya justru merusak pribadinya? Untuk itu kita perlu mengadakan evaluasi. Sebelum kita berbicara lebih jauh mengenai evaluasi kita tinjau dulu apa sebenarnya evaluasi itu.
Evaluasi (penilaian) adalah suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, menyusun alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik
Permendiknas No 20 tahun 2007, penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menemukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Menurut Schwartz dkk, penilaian adalah suatu upaya untuk memeriksa sejauh mana siswa telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan belajar dan pembelajaran.

B.   Tujuan Evaluasi Pendidikan Budi Pekerti
Tujuan dari evaluasi pendidikan budi pekerti ialah untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai budi pekerti telah dipahami, dihayati, dan diterapkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat terlihat di lingkungan sekolah.


C.   Aspek Penilaian Pendidikan Budi Pekerti
Sekurang-kurangnya ada tiga gejala yang termasuk aspek penilaian budi pekerti, yakni kelakuan, kerajinan, kerapian. Ketiga gejala tersebut dicantumkan dalam rapot siswa setiap akhir catur wulan sebagai laporan kepada orang tua siswa. Tanpa harus membuat perangkat yang baru, perangkat yang sudah ada seperti penilaian kelakuan, kerajinan, dan kerapian dioptimalkan sebagai proses yang integral pendidikan dan penilaian budi pekerti.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah prinsip kontinuitas, yaitu guru harus secara terus menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan dan perubahan siswa serta melakukan penilaian secara berkelanjutan.

D.   Model Penilaian Pendidikan Budi Pekerti
1.    Penilaian Kuantitatif
Penilaian kuantitatif adalah penyajian hasil penilaian dengan menggunakan angka dan biasanya berpegang pada rentangan angka satu  (1)  sampai sepuluh  (10). Hasil pendidikan budi pekerti dari model ini langsung menyentuh kecerdasan moralitas siswa, sehingga pada akhirnya penilaian kuantitatif tidak akan membangun kesadaran moral siswa berkembang dari dalam. Bahkan bisa jadi akan lebih menyuburkan suasana ketidak jujuran dan subjektivitas guru sebagai penilai, serta pendangkalan budi pekerti siswa.

2.    Penilaian Kualitatif
Penilaian kualitatif adalah penyajian hasil penilaian dengan menggunakan bentuk pernyataan verbal, seperti baik sekali, baik, sedang, kurang, atau kurang sekali. Penilaian secara kualitatif ini umumnya bersifat deskriptif tentang aspek prilaku siswa. Rumusan penilaian akan mengungkapkan hal-hal yang positif dari sebuah aspek prilaku, kemudian menunjukkan kekurangan  dan upaya perbaikan yang mesti dilakukan. Memuat juga tentang perilaku yg sudah dicapai, yang harus dipertahankan, yang kurang dan harus di perjuangkan.
Model ini menunjukkan sisi positif dan negative secara berimbang sehingga memungkinkan siswa mempunyai gambaran diri yang utuh. Jika model ini menjadi sebuah catatan pribadi siswa, pilihan kata yang membangun, mengembangkan, & tidak “mematikan” baik untuk dicermati.
Contoh: Tentang nilai Demokrasi .“Siswa mau mendengarkan pendapat teman dalam diskusi, tidak tergesa-gesa memberikan komentar mengenai pendapat teman, namun masih harus belajar merumuskan tanggapan yang tidak menyinggung perasaan orang lain”.
Namun, ada kekhawatiran tentang model ini yaitu kesadaran moral dalam diri siswa sukar terbentuk. Tetapi sangat mungkin terjadi justru tingkat kemajuannya terkendali dan terbentuk dengan cara diberi balikan langsung. Oleh karena itu teguran, sanksi, pengkondisian lingkungan sangat diperlukan agar  pengembangan perilaku siswa menunjukkan penghayatan budi pekerti yg telah diajarkan.

E.   Penilai Dalam Evaluasi Pendidikan Budi Pekerti
Agar penilaian budi pekerti yang berupa sikap/perilakuyang sifatnya konkrit tidak subyektif, sebaiknya penilai terdiri dari unsur guru dan kepala sekolah. Guru dapat dipilih menurut fungsinya seperti guru mata pelajaran, wali kelas, bimbingan konseling baik untuk tingkat taman kanak-kanak, Sekolah Dasar. Sekolah Menengah Tingkat Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas. Namun guru wali kelas memiliki peran pokok dalam menilai budi pekerti, sedang guru lain memberi masukkan.
Guru yang terlibat dalam penilaian pendidikan budi pekerti disyaratkan dapat menjadi teladan dari perilaku budi pekerti dan mampu mengadakan program pembinaan dan pengayaan budi pekerti.
Untuk memperoleh hasil penilaian pendidikan budi pekerti peserta didik dalam lingkungan sekolah, guru perlu menyiapkan instrumen penilaian yang berupa lembar observasi, lembar skala sikap, lembar portofolio, lembar check list dan lembar pedoman wawancara.

F.    Problem Evaluasi Pendidikan Budi Pekerti
Dalam mengadakan evaluasi pendidikan budi pekerti juga memiliki masalah/kendala-kendala, diantaranya sebagai berikut:
1.    Tidak mudah menyiapkan guru pendidikan budi pekerti yang ideal.
-          Dapat diterima dan dipercaya serta menjadi teladan dari budi pekerti yang diajarkan
-          Memiliki wawasan dan kemampuan professional pendidikan budi pekerti yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran yang diampunya.
-          Mampu mengukur dan menilai budi pekerti dengan alat ukur yang bermutu dan tepat secara bertanggung jawab, obyektif, optimal sehingga mewakili kemajuan berperilaku budi pekerti siswa 
2.    Tidak mudah menciptakan kerja sama dalam kebersamaan antar guru kelas/bidang studi, kepala sekolah, administrator pendidikan, pengembang kurikulum, dan orang tua serta masyarakat.
3.    Belum tersedianya rambu-rambu pelaksanaan dan penilaian pendidikan budi pekerti secara nasional.




BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Evaluasi pendidikan budi pekerti itu dilakukan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai budi pekerti telah dipahami, dihayati, dan diterapkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat terlihat di lingkungan sekolah.
Agar penilaian budi pekerti yang berupa sikap/perilaku yang sifatnya konkrit tidak subyektif, sebaiknya penilai terdiri dari unsur guru dan kepala sekolah. Guru dapat dipilih menurut fungsinya seperti guru mata pelajaran, wali kelas, bimbingan konseling baik untuk tingkat taman kanak-kanak, Sekolah Dasar. Sekolah Menengah Tingkat Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas. Namun guru wali kelas memiliki peran pokok dalam menilai budi pekerti, sedang guru lain memberi masukkan.
Dan hal yang terpenting dan perlu diperhatikan dalam penilaian adalah prinsip kontinuitas, yaitu guru harus secara terus menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan dan perubahan siswa serta melakukan penilaian secara berkelanjutan.

Kamis, 31 Mei 2012

Teknologi Pembelajaran dan Peranannya Dalam Transformasi Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Seiring dengan kemajuan teknologi yang mengglobal telah terpengaruh dalam segala aspek kehidupan baik dibidang ekonomi, politik, kebudayaan seni dan bahkan di dunia pendidikan. Sebagai bagian dari kebudayaan, pendidikan sebenarnya lebih memusatkan diri pada proses belajar mengajar untuk membantu anak didik menggali, menemukan, mempelajari, mengetahui, dan menghayati nilai-nilai yang berguna, baik bagi diri sendiri, masyarakat dan Negara sebagai keseluruhan. Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan juga merupakan sarana penerus nilai-nilai, gagasan-gagasan, sehingga setiap orang mampu berperan serta dalam transformasi nilai demi kemajuan bangsa dan Negara.
Teknologi pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan integrative yang meliputi manusia, alat dan sisitem termasuk diantaranya gagasan, prosedur dan organisasi. Banyak hal yang diberikan oleh teknologi itu, diantaranya mempermudah baik dalam proses, penerapan pemahaman serta penguasaan dibidang pendidikan. Dan dapat dikatakan bahwa teknologi adalah tolak ukur kemajuan.
Pendidikan sepanjang sejarahnya selalu bersifat antisipatif, yaitu mempersiapkan peserta didik agar dapat melaksanakan peran dan tugas hidup dan kehidupannya di masa depan karena pada masa depan banyak sekali perubahan sehingga diperlukan adanya tranformasi pendidikan. Ini berarti bahwa pendidikan adalah wadah untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kepentingan hidup manusia. Oleh karena itu teknologi pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya transformasi pendidikan.

B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 
1.      Apa itu teknologi pembelajaran? 
2.      Apa saja kawasan teknologi pembelajaran? 
3.      Bagaimana peran teknologi pembelajaran dalam transformasi pendidikan?


BAB II
PEMBAHASAN
TEKNOLOGI PEMBELAJARAN DAN PERANANNYA DALAM TRANSFORMASI PENDIDIKAN

A.    Pengertian Teknologi Pembelajaran
Sebelum membahas teknologi pembelajaran terlebih dahulu perlu kita harus mengetahui pengertian teknologi dan pembelajaran. Kata Teknologi seringkali oleh masyarakat diartikan sebagai alat elektronik. Tapi oleh ilmuwan dan ahli filsafat ilmu pengetahuan diartikan sebagai pekerjaan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah praktis. Jadi teknologi lebih mengacu pada usaha untuk memecahkan masalah manusia.
Menurut Yp Simon (1983), teknologi adalah suatu disiplin rasional yang dirancang untuk meyakinkan penguasaan dan aplikasi ilmiah. Menurut (An) Teknologi tidak perlu menyiratkan penggunaan mesin, akan tetapi lebih banyak penggunaan unsur berpikir dan menggunakan pengetahuan ilmiah. Menurut Paul Saetiles (1968). Teknologi selain mengarah pada permesinan, teknologi meliputi proses, sistem, manajemen dan mekanisme kendali manusia dan bukan manusia.
Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Teknologi Pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain mengajar dengan alat bantu audio-visual.
Rumusan tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan, sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi Pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan Teknologi Pembelajaran.
     1.      Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963
Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar, mencakup kegiatan: (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal”.
Meski masih menggunakan istilah komunikasi audio-visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.

      2.      Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis. Bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.”
“Teknologi Pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif”. Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.

      3.      Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan pula sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri, yang mencakup: perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajaran.

4.      Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”. Definisi sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.

      5.      Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut: “Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam: identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”. Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.

      6.      Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.

      7.      Definisi AECT 1994
Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar”.
Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.

Jika kita amati isi kandungan definisi-definisi teknologi pembelajaran di atas, tampaknya dari waktu ke waktu teknologi pembelajaran mengalami proses “metamorfosa” menuju penyempurnaan. Yang semula hanya dipandang sebagai alat ke sistem yang lebih luas, dari hanya berorientasi pada praktek menuju ke teori dan praktek, dari produk menuju ke proses dan produk, dan akhirnya melalui perjalanan evolusionernya saat ini teknologi pembelajaran telah menjadi sebuah bidang dan profesi.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, khususnya dalam bidang pendidikan, psikologi dan komunikasi maka tidak mustahil ke depannya teknologi pembelajaran akan semakin terus berkembang dan memperkokoh diri menjadi suatu disiplin ilmu dan profesi yang dapat lebih jauh memberikan manfaat bagi pencapaian efektivitas dan efisiensi pembelajaran.
Kendati demikian, harus diakui bahwa perkembangan bidang dan profesi teknologi pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih boleh dikatakan belum optimal, baik dalam hal design, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, maupun evaluasinya. Kiranya masih dibutuhkan usaha perjuangan yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait dengan teknologi pembelajaran, baik dari kalangan akademisi, peneliti maupun praktisi.

B.     Kawasan Teknologi Pembelajaran
Definisi 1994, dirumuskan berlandaskan lima bidang garapan dari Teknologi Pembelajaran, yaitu: Desain, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan dan Penilaian. Kelima hal ini merupakan kawasan (domain) dari bidang Teknologi Pembelajaran.
Di bawah ini akan diuraikan kelima kawasan pembelajaran tersebut sebagai berikut:
           1.      Kawasan Desain
Yang dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk. Tujuan dari desain adalah menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat mikro seperti modul dan materi pengajaran. Kawasan Desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu : (a) Desain Sistem Pembelajaran; (b) Desain Pesan; (c) Strategi Pembelajaran; (d) Karakteristik Pembelajar.




           2.      Kawasan Pengembangan
Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik, di dalamnya meliputi : (1) teknologi cetak; (2) teknologi audio-visual; (3) teknologi berbasis komputer; dan (4) teknologi terpadu.
Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong terhadap desain pesan maupun strategi pembelajarannya . Pada dasarnya kawasan pengembangan terjadi karena : (1) pesan yang didorong oleh isi; (2) strategi pembelajaran yang didorong oleh teori; dan (3) mManifestasi fisik dari teknologi – perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan pembelajaran.

           3.      Kawasan Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara pembelajar dengan bahan atau sistem pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan pembelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pembelajar agar dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pembelajar, serta memasukannya ke dalam prosedur oragnisasi yang berkelanjutan.

           4.      Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pembelajaran melalui : perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Kawasan pengelolaan bermula dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran perpustakaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli media sekolah. Program-program media sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan non cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan sumber-sumber teknologikal dalam kurikulum. Kawasan pengelolaan ini meliputi: Pengelolaan Sumber, Pengelolaan Sistem Penyampaian, dan Pengelolaan Informasi.


           5.      Kawasan Penilaian
Penilaian merupakan proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar, mencakup : (1) analisis masalah; (2) pengukuran acuan patokan; (3) penilaian formatif; dan (4) penilaian sumatif .
Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Telah lama para evaluator yang piawai berargumentasi bahwa penilaian yang seksama mulai saat program tersebut dirumuskan dan direncanakan. Bagaimanapun baiknya anjuran orang, program yang diarahkan pada tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan dinilai gagal memenuhi kebutuhan.
Jadi, kegiatan penilaian ini meliputi identifikasi kebutuhan, penentuan sejauh mana masalahnya dapat diklasifikasikan sebagai pembelajaran, identifikasi hambatan, sumber dan karakteristik pembelajar, serta penentuan tujuan dan prioritas (Seels and Glasgow, 1990). Kebutuhan telah dirumuskan sebagai “jurang antara “apa yang ada”dan “apa yang seharusnya ada” dalam pengertian hasil (Kaufman,1972). Analisis kebutuhan diadakan untuk kepentingan perencanaan program yang lebih memadai.
Pengukuran Acuan Patokan; pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pembelajaran menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Penilaian acuan patokan memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Keberhasilan dalam tes acuan patokan berarti dapat melaksanakan ketentuan tertentu, biasanya ditentukan dan mereka yang dapat mencapai atau melampaui skor minimal tersebut dinyatakan lulus.Pengukuran acuan patokan memberitahukan pada para siswa seberapa jauh mereka dapat mencapai standar yang ditentukan.
Penilaian Formatif dan Sumatif; berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Dengan penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan. Penilaian formatif dilaksanakan pada waktu pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau orang dsb). Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan staf dalam lembaga program dan biasanya tetap bersifat intern; akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar atau (lebih baik lagi) kombinasi. Perbedaan antara formatif dan sumatif telah dirangkum dengan baik dalam sebuah kiasan dari Bob Stake: Apabila juru masak mencicipi sup, hal tersebut formatif, apabila para tamu mencicipi sup tersebut, hal tersebut sumatif. Penilaian sumatif dilaksanakan setelah selesai dan bagi kepentingan pihak luar atau para pengambil keputusan, sebagai contoh: lembaga penyandang dana, atau calon pengguna, walaupun hal tersebut dapat dilaksanakan baik oleh evaluator dalam atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan kredibiltas, lebih baik evaluator luar dilibatkan daripada sekedar merupakan penilaian formatif. Hendaknya jangan dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar menilai hasil, biukannya prose — hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun sumatif. Metoda yang digunakan dalam penilaian formatif berbeda dengan penilaian sumatif. Penilaian formatif mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial, uji coba dalam kelompok kecil atau kelompok besar. Metoda pengumpulan data sering bersifat informal, seperti observasi, wawancara, dan tes ringkas. Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan prosedur dan metoda pengumpulan data yang lebih formal. Penilaian sumatif sering menggunakan studi kelompok komparatif dalam desain kuasi eksperimental.

C.    Peran Teknologi Pembelajaran Dalam Transformasi Pendidikan
Teknologi pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan integrative yang meliputi manusia, alat dan sisitem termasuk diantaranya gagasan, prosedur dan organisasi. Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan merupakan sarana penerus nilai-nilai, gagasan-gagasan, sehingga setiap orang mampu berperan serta dalam transformasi nilai demi kemajuan bangsa dan Negara. Pendidikan sepanjang sejarahnya selalu bersifat antisipatif, yaitu mempersiapkan peserta didik agar dapat melaksanakan peran dan tugas hidup dan kehidupannya di masa depan karena pada masa depan banyak sekali perubahan sehingga diperlukan adanya tranformasi pendidikan. Ini berarti bahwa pendidikan adalah wadah untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kepentingan hidup manusia. Oleh karena itu teknologi pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya transformasi pendidikan.
Adapun dasar yang diperlukan dalam pertimbangan transformasi pendidikan adalah:
1.      Belajar menyelidiki
Meliputi kemampuan seseorang dalam proses dan prosedur intelektual untuk memecahkan masalah akademis maupun prkatis yang dihadapinya.
2.      Belajar mandiri
Berupa pengarahan dan pengontrolan diri dalam memperoleh dan menggunakan pengetahuan yang ia dapat. Ini sangat penting kerena keberhasilan dalam kehidupan akan diukur dari kesanggupan berfikir dan bertindak  sendiri dan tidak tergantung pada orang lain.
3.      Belajar struktur bidang studi
Materi dalam bidang studi berkembang sejalan dengan perkembangan pengetahuan. Karena kemampuan manusia terbatas. Sedangkan informasi terus bertambah maka cara lebih bermakna adalah mampu mempelajari gagasan umum yang dijadikan dasar dalam menyusun, menafsirkan, dan memperkirakan struktur bidang studi.
4.      Keanekaragaman sumber
Pada awal kebudayaan, manusia memperoleh pendidikan dari alam alam sekitarnya. Namun dalam perkembangnnya ada orang yang memberi wewenang pendidikan, dalam hal ini dapat disebut dengan guru. Namun perlu didingat bahwa guru itu bukan satu-satunya sumber untuk memeproleh pendidikan.
5.      Ekonomi pendidikan
Pendidikan merupakan sutu proses yang menciptakan hasil. Tidak mungkin terbebas dari pertimbangan ekonomi ditinjau daripembiayaan guru yang memerlukan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu harus digunakan seefektif dan seefisien mungkin. Dan dalam penggunaan sumber-sumber lain pun harus dipertimbangkan biayanya.

Teknologi pembelajaran secara konseptual berperan dalam pembelajaran manusia dengan mengembangkan dan menggunakan aneka sumber. Adapun bentuk pelaksanaan peran teknologi pembelajaran dalam transformasi pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga kategori:
1)      Pengembangan system belajar, pembelajaran yang inovatif. Kategori ini meliputi pengembangan berbagai pola pembelajaran alternative.
2)      Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses belajar. Kategori ini meliputi pengembangan proses belajar jarak jauh dengan sarana telekomunikasi, belajar dengan bantuan computer dan pengembangan system belajar melalui jaringan maya untuk semua jalur, jenis pendidikan.
3)      Peningkatan kinerja SDM agar lebih produktif. Kategori ini ditujukan untuk peningkatan kemampuan berkarya dalam masyarakat/dunia lapangan kerja.
Untuk melaksanaan peran tersebut diperlukan serangkaian prasyarat sebagai berikut:
1)      Adanya dukungan moral dan kebijakan yang memberikan tumbuhnya prakarsa masyarakat dan warganya.
2)      Adanya dukungan personel
3)      Adanya dukungan dana
4)      Adanya dukungan sarana dan prasarana.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Teknologi pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan integrative yang meliputi manusia, alat dan sisitem termasuk diantaranya gagasan, prosedur dan organisasi Dari waktu ke waktu teknologi pembelajaran mengalami proses “metamorfosa” menuju penyempurnaan. Yang semula hanya dipandang sebagai alat ke sistem yang lebih luas, dari hanya berorientasi pada praktek menuju ke teori dan praktek, dari produk menuju ke proses dan produk, dan akhirnya melalui perjalanan evolusionernya saat ini teknologi pembelajaran telah menjadi sebuah bidang dan profesi.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, khususnya dalam bidang pendidikan, psikologi dan komunikasi maka tidak mustahil ke depannya teknologi pembelajaran akan semakin terus berkembang dan memperkokoh diri menjadi suatu disiplin ilmu dan profesi yang dapat lebih jauh memberikan manfaat bagi pencapaian efektivitas dan efisiensi pembelajaran.
Pendidikan sepanjang sejarahnya selalu bersifat antisipatif, yaitu mempersiapkan peserta didik agar dapat melaksanakan peran dan tugas hidup dan kehidupannya di masa depan karena pada masa depan banyak sekali perubahan sehingga diperlukan adanya tranformasi pendidikan. Ini berarti bahwa pendidikan adalah wadah untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kepentingan hidup manusia. Oleh karena itu teknologi pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya transformasi pendidikan.
Teknologi pembelajaran secara konseptual berperan dalam pembelajaran manusia dengan mengembangkan dan menggunakan aneka sumber. Adapun bentuk pelaksanaan peran teknologi pembelajaran dalam transformasi pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga kategori:
1.      Pengembangan system belajar, pembelajaran yang inovatif. Kategori ini meliputi pengembangan berbagai pola pembelajaran alternative.
2.      Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses belajar. Kategori ini meliputi pengembangan proses belajar jarak jauh dengan sarana telekomunikasi, belajar dengan bantuan computer dan pengembangan system belajar melalui jaringan maya untuk semua jalur, jenis pendidikan.
Peningkatan kinerja SDM agar lebih produktif. Kategori ini ditujukan untuk peningkatan kemampuan berkarya dalam masyarakat/dunia lapangan kerja.